12 Mei 2011

Cerita Dudi Wahyudi, ABK Sinar Kudus Asal Sukabumi

Memfasilitasi Air Wudhu, Perompak Ikut Salat Berjamaah
Sukabumi -- Dudi Wahyudi merasakan susahnya hidup dalam sanderaan perompak Somalia. Warga Perumahan Mangkalaya Blok B 8 RT 4/2 Desa Cibolang, Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi ini merupakan anak buah kapal (ABK) MV Sinar Kudus PT Samudera Indonesia selama 46 hari berada dalam tekanan perompak Somalia.

Saat menceritakan kisah penyanderaan yang dialaminya, Dudi begitu bersemangat, meski kondisinya agak kelelahan. Paling terkenang, saat dirinya bersama Kapten Kapal MV Sinar Kudus yakni Slamet Juari, merencanakan untuk melepaskan diri dari penyanderaan. Akan tetapi perlawanan ini tak membuahkan hasil lantaran perlengkapan dan persenjataan tak memadai untuk melawan perompak. "Kami sebenarnya ingin melawan dengan alat-alat yang ada di kapal seperti pentungan dan besi, tapi karena perompak mempunyai senjata api, kami pun berpikir dua kali untuk melakukan perlawanan,'' kata Dudi yang mengaku sudah berlayar selama 15 tahun.
Dia bersama 19 rekan-rekannya juga berusaha untuk meracuni makanan perompak, namun, rencana ini pun urungkan sebab tak semua perompak makan makanan yang ada di Kapal.
Dudi menceritakan, perompak sedikitnya berjumlah sekitar 30 orang. Tapi saat dibawa ke pelabuhan, jumlah perompak itu pun bertambah menjadi 60 orang. Untungnya saat disandera perompak itu tidak melakukan kekerasan."Yang mereka inginkan adalah tebusan uang. Malah, para perompak juga sempat mengizinkan pimpinan kami untuk melakukan komunikasi dengan keluarga," bebernya.
Dudi menuturkan, kendati kebebasannya dirampas, tapi untuk urusan ibadah, awak kapal tetap diberikan keleluasaan. Mereka mengizinkan awak kapal untuk melaksanakan salat dan memfasilitasi air wudhu. Bahkan seringkali beberapa di antara perompak turut serta dalam salat berjamaah bersama awak kapal. “Mayoritas mereka (perompak. red) adalah muslim,” katanya.
Selama 46 hari disandera, Dudi tidur berdempet-dempetan bersama awak kapal lainnya tanpa selimut, kasur dan bantal. Pakaiannya pun dirampas sehingga hanya mengenakan kaos oblong yang diberikan perompak.
“Sehari-hari kami disuruh memperbaiki mesin kapal mereka yang rusak. Mesinnya dibawa ke kapal kami, lalu kami perbaiki. Selain itu kami juga bertugas untuk menjaga dan mengoperasikan mesin,” tuturnya.
Awalnya perompak hanya berjumlah 20 orang, lengkap dengan senjata jenis AK 47. Lalu dua hari selanjutnya bertambah 20 orang lagi, dan terus bertambah hingga mencapai sekitar 60 orang. “Ada yang memakai pakaian militer, ada juga yang memakai sarung. Postur tubuh mereka tinggi kurus dengan warna kulit hitam,” katanya.
“Kalau mereka sudah menyuruh kita untuk mengerjakan sesuatu pasti mereka berteriak dan mengancam ‘I shoot you’. Sambil mengacungkan pistol ke arah awak kapal. Bahkan semua barang seperti jam tangan, handphone, laptop, serta pakaian semua mereka bawa,” tuturnya.
Hanya pada saat transaksi uang tebusan seluruh awak kapal MV Sinar Kudus pada 1 Mei 2011 lalu berdiri berjejer di atas muatan kapal. “Waktu pesawat helikopter perusahaan datang memberikan uang tebusan kita semua 20 orang disuruh berjejer di atas muatan. Uang langsung dilemparkan ke kapal,” jelasnya.

Kapal Sinar Kudus dibebaskan para lanun Afrika pada 1 Mei 2011. Tapi dalam perjalanan pulang usai dibebaskan, kapal yang mengangkut biji nikel itu kembali dihadang. Kali ini oleh rombongan perompak yang berbeda dengan sebelumnya. "Tapi entah bagaimana caranya TNI AL bisa menyelamatkan kami. Saya lihat itu seperti di film," jelas Dudi.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul mengatakan sempat terjadi baku tembak antara TNI dengan perompak Somalia. Baku tembak terjadi usai perompak meninggalkan Sinar Kudus.
"Kejadiannya setelah sandera aman semua. Munggu, sekitar pukul 17.10 waktu setempat," kata Iskandar. Dalam baku tembak itu, empat perompak Somalia itu tewas.
Kemudian, Sinar Kudus 'ditemani' 3 kapal perang Indonesia menuju pelabuhan di Oman. Setelah dari Oman, awak kapal dibawa ke Qatar, untuk bersiap pulang ke tanah air dengan pesawat terbang. (*)

Laporan : Irwan Kurniawan, Sukabumi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar